Friday, June 5, 2009

BASTIONG TALANGAME

By
YUNAN SYACHPORA

Teringat masa kecil dipantai ini era awal 80-an Bastiong menjadi tempat favorit untuk berpelesiran bersama dengan keluarga. Hiruk pikuk suara gembira anak-anak menyatu dengan kebersamaan warga kota yang hamper sebagaian tumplek-plek di pantai ini untuk mandi-mandi (batobo, kata orang Ternate)).
Bastiong yang kini sudah menjadi dua kelurahan seiring dengan pemekaran yang memang menjadi tuntutan keadaan saat ini. Bastiong Talangame dan Bastiong Karance. Gambar yang diambil beberapa hari yang lalu ini, disaat hari minggu pagi sesaat setelah sunrise merekah disepanjang ufuk timur. Tampak lengang di sekitar dermaga tempat Kapal Motor laut khusus yang mencari ikan. Sementara tampak diseberang sana yang berjarak sekitar 100-an meter geliat kesibukan Motor penumpang yang beroperasi melayani para penumpangnya yang tidak hanya ke Tidore melainkan ke hampir seluruh penjuru Halmahera sudah mulai beraktifitas sejak subuh dini hari.
Keadaan pantai Bastiong Talangame kini sudah semakin jarang menjadi tempat batobo (pemandian sambil berenang-renang kecil) bagi para warga kota Ternate seperti 30-an tahun yang lalu. Meski pada hari minggu masih ada yang mandi-mandi (batobo) di Pantai ini namun relatif sedikit. Untuk mengobati kerinduan teman-teman yang mungkin pernah mandi ditempat ini ketika masa kecilnya dulu. Ada beberapa gambar yang saya sertai pada postingan kali ini. Banyak sebenarnya untuk saling berbagi mengenai cerita sejarah Bastiong, yang tidak bisa tidak untuk diperhatikan sebab ketika merunut gilang gemilang sejarah Ternate dengan kerajaan Moloku Kierahanya sekitar abad ke 17 dan 18 atau bahkan pada abad-abad sebelumnya. Bastiong yang dulu lebih dikenal orang dengan sebutan Talangame ini pun mempunyai peranan sejarah yang cukup penting bagi Ternate Masa lalu.Beberapa literatur sejarah mengenai kedatangan bangsa eropah yang pertama kali menginjakkan kakinya di Ranah Al Mulk (Ternate & Pulau-pulau sekitar yang juga mempunyai hubungan sejarah Kerajaan dengan kerajaan Ternate ) yaitu Bangsa Portugis.
Mudah-mudahan kalau tidak lupa, saya akan berupaya mengangkat tema ini pada postingan berikut yang bercerita tentang Talangame atau Bastiong kini. Juga seberapa pentingkah Pemkot Ternate sudah atau akan berencana memperhatikan cagar budaya maupun situs-situs sejarah yang ada hubungannya dengan peranan Ternate masa lalu dalam hal ini salah satunya adalah Bandar Talangame atau Bastiong. Hal ini bisa dianggap sebagai bagian dari pentingnya rasa peduli kita terhadap situs-situs sejarah, termasuk sebuah Benteng peninggalan yaitu Talangame, yang lokasinya berada dibagian selatan Hotel Ayu Lestari yang kini hanya tinggal reruntuhannya saja.

Seorang kawan yang datang jauh-jauh dari Jawa, yang masih menyisakan rasa takjubnya ketika membaca betapa kolosalnya sejarah Ternate dari buku-buku sejarah yang berliteratur asing maupun nasional, dimana Talangame selalu menjadi entry point ketika membuka lembar-lembar awal sejarah Kerajaan Ternate. Namun ketika ia sendiri menyempatkan diri untuk jauh-jauh datang ke Ternate Justru keadaannya kini berbeda seratus 80 derajat. Kisah heroisme yang menceritakan pendaratan pertama bangsa bangsa asing yang menginjakkan kakinya di Bumi Kie Raha ini. Atau membayangkan ilustrasi sejarah dengan begitu sibuk dan lalu-lalangnya armada-armada laut kerajaan waktu itu dalam buku Ikan-Ikan Hiu Ido Homa karangan Amarhum Mangunwijaya yang diolah dari sebuah penelitian yang dilakukan oleh Gaby Guraci. Disertai pula dengan perlengkapan armada laut Kerajaan Ternate yang canggih pada saat itu, maka tidak salah kemudian dalam sebuah tulisan dengan judul Ternate Bandar Jalur Sutera (yang juga pernah diterbitkan oleh Iintas dengan judul buku yang sama dan yang didalamnya memuat beberapa kumpulan tulisan) kesannya seolah ,,jika kita dapat menangkap maksud dari tulisannya Dr Uka Tjandrasasmita yang menggambarkan Ternate dengan hiruk pikuk kegemilangan sejarah masa lalu lebih berkesan pada Bandar laut dan ciri Kota pelabuhan yang selalu ramai didatangi ataupun menjadi pusat transformasi ekonomi, politik maupun sejarah. Dalam Bandar ataupun Kota Pelabuhan itu apakah tujuannya lebih bermaksud pada peranan Talangame yang juga dalam beberapa buku sejarah kerajaan Moloku Kieraha pernah menyinggung peranan Talangame sebagai Bandarnya Jalur Sutera. Ataukah..? Talangame tidak termasuk bagian dari bandar besar yang pada waktu itu kerap memberi kesan bahwa Kerajaan Ternate dengan Bandarnya adalah Kota Pelabuhan yang relatif mengalami perkembangan yang pesat saat-saat abad-abad ke-14 hingga ke-16. Akhirnya saya pun bertanya-tanya dalam hati, kemudian membandingkan dengan sedikit tempat bersejarah yang pernah saya kunjungi di beberapa tempat di Bumi Nusantara ini. Semuanya selalu memberikan penjelasan atau sedikitnya ada aura kesejarahan pada sebuah tempat yang memang mengandung nilai sejarahnya ketika kita berkesempatan mengunjungi atau memasuki tempat itu. sehingga mungkin akan lebih jelas ketika suatu saat (entah kapan) ada sebuah Tugu atau Prasasti yang juga bisa difungsikan sebagai mercusuar sejarah dengan gagah berdiri kokoh di sekitar Pantai Talangame (Bastiong Kini) sebagai tanda atau prasasti yang tertulis dengan beberapa kalimat seperti : " Di sepanjang pantai ini pernah disinggahi atau (bahkan) menginjakan kaki mereka pertama kali Di Ternate, Sir Wallace, Antonio Calvao, Ibnu Batutah (Misalnya jika memang Ya) atau benar-benar terjadi dengan telah dibuktikan melalui sebuah penelitian yang juga benar-benar valid tingkat keilmiahannya) Para Pesiar Agama (Islam maupun Kristen) Tabib Cina atau bahkan jika mungkin Cheng Ho, misalnya) dan Raja-Raja Jawa atau Para Walisongo." Namun untuk merealisasikannya itu, saya pikir butuh sebuah pertimbangan dan penelitian yang mendalam, sama dengan mulai digiatkannya studi lapangan Pemprov Maluku Utara mengenai rencana pembangunan Jembatan Raya yang menghubungkan Ternate dengan Pulau-pulau lain yang ada di Halmahera.
Mungkin Mega-proyeknya Suramadu antara surabaya dan madura akan menjadi percontohan bagi Maluku Utara dengan Mega Proyeknya Testera. Mudah-mudahan..Upaya Megaproyek Jembatan Testera ini tidak seperti wacana Kereta Api lintas Halmahera yang pernah tercetus beberapa waktu lalu yang kemudian menuai kritikan dari berbagai kalangan entah karena tidak didasarkan oleh suatu pertimbangan yang matang ataukah hanya sekedar wacana yang membuat istilah Orang ternate dengan ungkapan ”Surga Telinga” meski akhirnya usulan pembangunan Rel maupun rencana pengadaan Kereta Api di lintas Halmahera akhirnya entah kemana perginya...Nah sekarang ada lagi yang baru, kita masyarakat awam hanya bisa melihat dan menunggu, mengenai pembangunan Megaproyek Jembatan Testera ini. Jika nanti memang lebih banyak manfaatnya ketimbang mudharatnya dan juga ditopang oleh dana yang tidak semata atau bahkan tidak sama sekali bersumber dari APBD (Dengar-dengar dari Bank Dunia) serta dari hasil studi maupun pemikiran yang benar-benar matang maka mari sama-sama sebagai warga Moloku Kieraha harus mendukungnya juga. Sehingga Land Mark Ternate sebagai Kota Sejarah dan Budaya yang coba disimpulkan dalam filosofi ma’jang tentu tidak hanya pada segi fisiknya saja melainkan juga pada dimensi nilai filosofis yang terkandung pada symbol maupun tanda yang akan selalu mengingatkan kita pada nilai-nilai luhur budaya bangsa. Termasuk Pada Tugu Talangame. Semoga......

No comments:

Post a Comment