Saturday, June 6, 2009

FILOSOFI G-STRING DAN JEANS KETAT ( You Are, Is What You Wearing ?)

By
Yunan Syahpora

Pada satu sesi kuliah umum beberapa tahun yang lalu ketika masih di UGM, Antropolog UGM, Almarhum Masri Singarimbun dalam refleksinya dari sebuah penelitian yang kemudian diterbitkan menjadi buku “Renungan dari Yogya”, menaruh iba kepada remaja-remaja kita yang kini hidup dalam fase abad manusia yang seolah diperbudak oleh peradaban hanya karena sebuah tuntutan modernisasi ataupun globalisasi, yang menciptakan humanisme global yang kering akan nilai-nilai spritualisme dan religius.

Satu sisi remaja (Putri/Cewek=maaf jika terdengar sangat Patriarkal) kita dituntut selalu kukuh dan patuh dengan aturan norma agama maupun sosial yang ada, namun dilain sisi tekhnologi dan kebudayaan merangsang pola pikir dan gaya hidup para remaja untuk selalu permisiv terhadap nilai-nilai globalisasi yang mengaburkan batas nilai antara norma moral dan agama itu sendiri. Adagium yang terdengar kemudian seperti ‘You Are What You Wearing’ (Engkau adalah, apa yang engkau kenakan) menjadi slogan kapitalis yang bisa dikatakan sebagai sebuah penafsiran karakter dari remaja yang dianggap “gaul” dan remaja yang tidak gaul. Karakter maupun perilaku para remaja kini terjebak dalam Jiwa Westernism namun diklaim sebagai yang modernis dan gaulis. Akumulasi finansial dari pendapatan ekonomi tiap individu tidak lagi menjadi penting jika “You are is What You Wearing” ini seolah menjadi filosofi tersendiri bagi mereka.

Bagaimana tidak, jika komunitas mereka bertingkah sesuai dengan pola pikir diatas yang kemudian memapankan slogan tersebut sebagai sebuah status yang menjadi symbol kelas sosial atas. Sementara wujud pengetahuan yang diserap oleh indrawi (mata) tidak menjamin secara sumber daya manusianya yang dimiliki telah siap dengan berbagai konsekuensi atas keyakinan pandangan hidup mereka yang “you are what you wearing” itu.

Jelasnya lagi kesan kekayaan seseorang tidak selalu tampak dari apa yang ia miliki namun citra kekayaan itu sendiri kini lebih mengarah pada apa yang ia kenakan. Sehingga “Coming From Up Middle Class” (datang dari kelas menengah keatas) harus berbeda dengan yang lainnya menjadi mutlak dan tidak membutuhkan posisi tawar. perbedaan itu tidak selalu tampak pada perilaku atau pola pikir yang dewasa, namun cenderung lebih mengarah pada gaya hidup yang stylish, fashionable ataupun funky maupun sejumlah ungkapan-ungkapan “gaul” lainnya yang berdimensi kapitalis. Kesan akan ketidak siapan mental ataupun sumberdaya para remaja ini dapat dilihat dari konsumsi mereka dibidang fashion (pakaian). Dan ini pemetaannya mungkin lebih sederhana terwakili oleh para remaja yang datang dari Negara-negara dunia ketiga atau Negara-negara yang sedang berkembang (Development Country). Pada ranah yang lebih sempit jika ditarik secara kasuitik pada negara kita. Maka daerah-daerah yang sedang berkembang ini selalu menyita perhatian serius untuk selalu diperhatikan, tidak hanya di bidang pemerintahan ataupun social kemasyarakatan melainkan juga Masalah budaya termasuk dalam segi hal berpakaian.

Sehingga tidak mengherankan pada beberepa waktu lalu Presiden SBY sempat melontarkan himbauan moral bagi public figure (para selebrity) agar selalu mengenakan busana yang sepantasnya ketika sedang menjadi pusat perhatian. Namun kemudian himbauan ini diteruskan oleh media tidak hanya berlaku bagi kalangan artis namun semua warga masyarakat Indonesia yang nota bene masih menjunjung tinggi nilai-nilai budaya adat ketimuran. Sementara pada peradaban dunia barat eksploitasi tubuh (pada wanita maupun pria) lebih dilihat sebagai ungkapan keindahan dengan maksud dan arti indah dalam perspektif SENI, meski masih bermulti tafsir dan ambigu dalam menganalisa sejauh mana batasan antara istilah seni dan sesuatu yang berbau vulgar atau yang bernuansa porno namun tetap tak bisa dipungkiri eksploitasi tubuh melalui produk-produk fashion yang ada sekarang ini, selalu menjadi asset sekaligus industri yang laris manis bak pisang goreng. Sehingga pada point penting pada pertanyaan yang akan dikedepankan adalah : Siapkah para remaja putri kita asal menggunakan pakaian yang mengusung tema-tema fashionable dan gaul tanpa memandang adat ataupun budaya ketimuran kita? Atau sudah siapkah mentalitas mereka yang dengan secara sadar mengekploitasi tubuh mereka secara sengaja dengan cara berbusana ala “You Can See”?. Saya cuma takut dengan busana (celana jeans maupun kaos ketat yang semakin pas-pasan ditubuh, termasuk Underwear ketat yang berjenis G-String) yang mereka kenakan justru memperbudak mereka. Karena selalu membatasi gerak-gerik mereka dalam melakukan tiap aktifitas, sedikit-sedikit tangannya selalu menarik kaos ketat yang pendek itu ketika dalam keadaan sementara duduk, entah itu diatas kenderaan bermotor ataupun sedang duduk santai dimanapun juga. Padahal sesungguhnya makna busana yang ia kenakan itu sebenarnya memang ingin mengeksploitasi sisi lain dari bentuk tubuh yang menurut kaca mata barat adalah keindahan yang patut diperlihatkan sekalian dengan Underwearnya yang ia kenakan. Sehingga bagaimana jika seorang gadis hanya mengenakan underwear (CD-nya) yang bisa dikatakan apa adanya tanpa melihat segi estetis dari CD itu, maksudnya dengan tali karetnya yang sudah molor sana-sini ataupun kata seorang temen cewek CD yang dikenakan oleh Cewek itu pantasnya dipakai oleh ibu-ibu. Entah rasionalisasi alasan apa yang dapat dipertanggungjawabkan sehingga teman cewek itu harus mengklasifikasi mana CD yang pantas dipakai oleh Kaum Cewek dan mana CD yang pantas dipakai oleh para Ibu rumah tangga(bahkan ibu rumah tangga kini pun amat teliti dengan busana apa yang pantas ia kenakan termasuk sudah berapa banyak CD seksi koleksi mereka). Yang jelas mungkin penampilan cewek itu dari luar tampilannya begitu seksi serta serasi dengan busana yang ia kenakan tidak berbeda jauh dengan para Abg-abg Metro di Kota besar lainnya di Tanah air. Sayangnya terkadang apa yang mereka (Kaum Cewek) kenakan didalam (CD) terasa kontras atau tidak berimbang dengan tampilannya yang dilihat dari luar. Sebegitu pentingkah nilai sebuah busana yang dikenakan oleh seorang cewek ? Sehingga perlu sebuah analisa tentang “Engkau adalah ,Apa yang engkau kenakan itu” menutup postingan yang rada nyeleneh ini, lagi lagi teringat ketika saat di yogya beberapa tahun lalu, Forum Diskusi Filsafat kecil-kecilan di kampus pernah mengangkat topik seberapa jauh hubungan antara perilaku wanita dengan busana pakaian dalam (CD+Bra) yang dikenakan setiap kaum hawa ini. Pertanyaanya apakah semakin seksi underwear (G-String) yang ia kenakan bisa berbanding lurus dengan sifat genit yang ia tampilkan? Dan bagaimana jika ada seorang cewek yang mengenakan Jilbab disaat bersamaan juga memerkan CD G-string yang ia kenakan yang tanpa ia sadari menyembul sedikit tanpa ia sengaja. Bisakah juga ini dapat merubah cara pandang kaum lelaki terhadap para cewek (termasuk yang mengenakan Jilbab) dalam mengenakan underwear mereka yang seksi? Juga bagaimana jika busana jilbab yang mestinya menutupi aurat itu justru terumbar dengan ketatnya Jeans dan kaos yang membungkus lekuk-lekuk tubuh para gadis itu yang justru tercetak dengan jelas.

1 comment:

  1. jilbab yg mantap itu yg sesuai syar'i ....
    bukan jilbab2an yg jd tren seperti saat ini...
    lg pula itu namanya kerudung....bukan jilbab....
    definisi jilbab sndiri klo gag salah adalah pakaian yg mnutup aurat perempuan

    ReplyDelete